Memesan Kematian Terindah
”Tiap-tiap umat mempunyai
batas waktu (kematiannya), maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak
dapat mungundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”
(QS Al-A’raf: 34).
Ingin
mati seperti apa? Matilah sebagai seorang muslim. Karena itulah sebaik-baiknya
kematian. Ingin meninggalkan dunia dalam keadaan bagaimana? Matilah dalam
keadaan telah mengucapkan dua kalimah syahadat. Itulah kondisi kematian
terindah. Banyak kisah inspiratif
tentang kematian yang indah. Mati dalam keadaan berjihad dijalan Allah. Mati
dalam keadaan menuntut ilmu, mati dalam keadaan khusyuk menunaikan sholat. Mati
dalam keadaan tersungkur bersujud kepada Allah swt.
Terkisahkan
dengan indah oleh sejarah tentang kematian Khubaib. Seorang sahabat Rasulullah
yang tertawan Bani
al-Harits, mereka membawa keluar Hubaib dari tanah haram untuk membunuhnya,
Hubaib berkata, ‘Berilah aku kesempatan untuk mengerjakan shalat dua rakaat.’
Mereka mengizinkan shalat dua rakaat. Hubaib berkata, ‘Demi Allah, sekiranya
kalian tidak menuduhku berputus asa pasti aku menambah shalatku.’ Lalu Hubaib
memanjatkan doa, ‘Ya Allah, susutkanlah jumlah bilangan mereka, musnahkanlah
mereka, sehingga tidak ada seorang pun dari keturunannya yang hidup,’ lalu
mengucapkan syair:
Mati bagiku bukan masalah, selama aku mati dalam keadaan Islam
Dengan cara apa saja Allah lah tempat kembaliku
Semua itu aku kurbankan demi Engkau Ya Allah, Jika Engkau berkenan,
berkahilah aku berada dalam tembolok burung karena lukaku (syahid)
Dengan cara apa saja Allah lah tempat kembaliku
Semua itu aku kurbankan demi Engkau Ya Allah, Jika Engkau berkenan,
berkahilah aku berada dalam tembolok burung karena lukaku (syahid)
Lalu Abu Sirwa’ah Uqbah bin Harits tampil untuk membunuh Hubaib. Hubaib adalah orang Islam pertama yang dibunuh dan sebelum dibunuh melakukan shalat.
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu pernah berkata:
”Tahukah
kalian siapakah orang yang masuk Surga tetapi tidak pernah shalat walaupun
sekali?” Kemudian dia sendiri yang menjawab: “Dia adalah Amr bin Tsabit”. Ibnu
Ishaq berkata bahwa Hushain bin Muhammad pernah berkata: “Aku bertanya kepada
Mahmud bin Labid,’Bagaimana kisah Amr bin Tsabit itu?’, ia menjawab,’Dulunya,
Amr bin Tsabit itu menolak agama Islam. Akan tetapi, saat terjadi perang Uhud
dia menjadi simpatik kepada Islam. Kemudian dia mengambil pedangnya dan
bergabung dengan kaum muslimin.
Saat perang sedang berkecamuk
dia masuk ke kancah peperangan sampai akhirnya dia terluka. Ketika ditemukan
oleh orang-orang yang sekabilah dengannya, mereka bertanya,’Apa yang membuatmu
datang ke mari? Apakah karena kasihan pada kaum kabilahmu, ataukah karena kau
ingin masuk Islam?’ Dia jawab,’Ya, karena aku ingin masuk agama Islam, aku
telah berjihad bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga aku
terluka begini’. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi ura sallam
bersabda,’Sungguh dia adalah ahli Surga.”‘
Dalam riwayat lain disebutkan: Kemudian dia meninggal -karena
lukanya- maka dia masuk surga dan tidak pernah melaksanakan shalat sekalipun (
Fathul Bari Syarh Shahihul Bukhari (6/25) Kitab Al-jihad. Al-Hafizh Ibnu Hajar
berkata: “Sanad hadits ini shahih)
Banyak
orang merasa ngeri menghadapi kematian. Padahal, kematian adalah perkara gaib
yang sering kita saksikan dan pasti menjumpai kita. Persoalannya bukan kapan
kematian itu datang. Akan tetapi, apa yang telah kita siapkan untuk bekal
kematian itu, sehingga kematian yang menjemput tanpa memberi kabar menjadi saat
terindah karena pada saat itu kita akan berjumpa dengan Allah SWT.
Berikut
Nasehat Kematian
dari Abu bakar r.a
terhadap Umar Ibn Khaththab di detik-detik akhir kehidupannya:
“Ketahuilah, Allah Azza wa Jalla punya hak di siang hari dan hak itu
tidak Dia terima di malam hari. Ketahuilah, Allah Azza wa Jalla juga punya hak
di malam hari dan Dia tidak menerimanya di siang hari. Ketahuilah, shalat
sunnah tidak diterima hingga Anda mengerjakan shalat wajib. Ketahuilah, Allah
Azza wa Jalla menyebutkan penghuni surga dengan perbuatan terbaik mereka, lalu
tiba-tiba ada orang berkata, ‘Bagaimana amalku bisa sejajar dengan amal
mereka?’ Itu terjadi, sebab Allah mengampuni kesalahan perbuatan mereka dan
tidak mencelanya. Ketahuilah, Allah Azza wa Jalla menyebutkan penghuni neraka
dengan perbuatan paling buruk mereka, lalu tiba-tiba ada orang berkata,
‘Perbuatanku lebih baik dari perbuatan mereka’. Itu terjadi, karena Allah Azza
wa Jalla menolak perbuatan mereka yang paling baik dan tidak menerimanya.
Ketahuilah, Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat tentang kemakmuran bersamaan
dengan ayat tentang kesusahan, dan ayat tentang kesusahan bersamaan dengan ayat
tentang kemakmuran, agar orang mukmin menjadi orang yang berharap (kepada rahmat
Allah) dan takut (siksa-Nya), lalu ia tidak membawa dirinya pada kebinasaan dan
hanya mengharapkan kebaikan kepada-Nya. Ketahuilah, timbangan orang yang berat
timbangannya itu berat karena mereka di dunia mengikuti kebenaran. Itulah
rahasia kenapa timbangan mereka menjadi berat. Ketahuilah, timbangan orang yang
ringan timbangannya itu ringan karena mereka dulu di dunia mengikuti kebatilan.
Itulah penyebab timbangan mereka menjadi ringan. Jika Anda menerima wasiatku
ini, maka tidak ada sesuatu yang paling Anda cintai selain kematian dan Anda
pasti suatu hari nanti berhadapan dengannya. Jika Anda menyia-nyiakan wasiatku
ini, maka jangan ada urusan ghaib yang lebih Anda benci daripada kematian”
(Washaya Al Ulama’i, Ar Rib’i, hal 35)
(Washaya Al Ulama’i, Ar Rib’i, hal 35)
Akhir
hidup seorang hamba biasanya berkesesuain dengan aktivitas dominan yang
dilakukannya sehari-hari. Ketika kita telah memahami ini, ada baiknya kita
maksimalkan hari-hari kita dengan aktivitas kebaikan.
Sesungguhnya
Allah SWT tidak ridha pada kematian seseorang, kecuali matinya dalam keadaan
berserah diri (muslim). ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu dengan
sebenar-benarnya takwa dan janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan berserah
diri (muslim).” (QS Ali-Imron: 102)
Untuk
mengakhiri tulisan ini ada baiknya kita belajar dari Umar Bin Abdul Aziz dalam
menyikapi datangnya kematian.
Ketahuilah,
umur dunia hanya sedikit. Kemuliaan didalamnya adalah kehinaan. Pemudanya akan
menjadi renta, dan yang hidup didalamnya akan mati. Celakalah yang tertipu
olehnya.
Umar Bin
Aziz lalu menangis dan berkata,
“Wahai
yang menjadi penghuni kubur esok hari, bagaimana dunia bisa menipumu? Dimana
kafanmu? Dimana minyak (wewangian untuk orang mati)mu dan dimana dupamu?
Bagaimana nanti ketika kamu telah berada dalam pelukan bumi. Celakalah aku,
dari bagian tubuh yang mana pertama kali cacing tanah itu melumatku? Celakalah
aku, dalam keadaan bagaimana aku kelak bertemu dengan malaikat maut, saat ruhku
meninggalkan dunia? Keputusan apakah yang akan diturunkan oleh Rabbku?“.
Akhir hidup yang indah
adalah kematian dalam keadaan berserah diri kepada Allah SWT. Setiap kita berhak memesannya melalui amal
yang kita lakukan selama ini. Selamat memesan kematian yang terindah.
Sardini Ramadhan