BERBAGI ILMU

|

Selagi Harapan Masih Mungkin Diwujudkan


Sardini Ramadhan

Hidup adalah tentang memilih. Menjadi mulia atau hina. Menjadi pemenang atau pecundang. Semuanya harus dipilih salah satunya. Namun hidup tidaklah sama dengan bermain taruhan yang pemenangnya bukan hanya ditentukan oleh suatu keunggulan tapi lebih karena keberuntungan. Pilihan untuk menjadi pemenang selalu berseiringan dengan ikhtiar yang maksimal dengan amat banyak mengorbankan kesenangan-kesenangan hidup yang melenakan. Sebaliknya menjadi pecundang selalu bersaudara kembar dengan kemalasan. Asyik menikmati kesenangan-kesenangan semu yang memerdayakan. Bermental lemah untuk berjuang mengatasi setiap badai-badai kehidupan yang menerjang.


Beruntunglah mereka yang tak pernah bermain dadu dalam jalani hidupnya. Karena hidup ini bukan urusan sehari dua hari saja. Setelah kehidupan ini ada kehidupan yang lebih abadi, akhirat. Dan hidup didunia ini hanyalah sebagai tiket masuk kearah mana kita nantinya di negeri akhirat. Dan menariknya akhirat juga hanya memberikan dua pilihan. Surga atau neraka. Tempat yang dipenuhi dengan kesenangan atau kemelaratan. Hanya dua tempat itulah menjadi hunian kita saat amanah hidup didunia ini sudah mencamai limitnya.

Dunia ini adalah sebenarnya-benarnya tempat memintal harapan dan bisa mewujud dalam kenyataan. Diakhirat kita sebenarnya jauh memiliki harapan. Namun sayangnya harapan itu tak lagi bisa untuk direalisasikan. Harapan setelah kematian tidak memiliki kekuatan untuk mewujudkan, terlebih bagi mereka yang baru menyadari pentingnya berbuat baik ketika kematian telah merenggutnya. Al-Quran mengabarkan harapan-harapan mereka setelah kematian.

 “Berinfaqlah kalian dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian, sebelum datang pada salah seorang kalian dan ia mengatakan, “Ya Tuhanku seandainya Engkau tunda kematianku sebentar saja, agar aku bisa bersedekah dan menjadi orang shalih….” (Qs. Munafiqun: 10-11).

 Itulah harapan dari sekian harapan yang tak pernah akan kesampaian. Harapan yang lahir dari kesadaran yang terlambat. Harapan yang hanya menjadi harapan semu. Harapan yang hanya menjadi debu yang diterbangkan angin. Harapan seperti buih yang tak kuasa melawan terjangan ombak.

 Akhirat tak mengenal dispensasi seperti halnya yang sering kita dapatkan didunia. Apa yang kita bawa selama didunia inilah yang menjadi peta jalan yang akan kita lalui dinegeri akhirat nanti. Kaarah  Surga atau   neraka yang selalu setia menunggu penghuni-penghuninya.

Bersyukurlah kita yang masih bisa menikmati nafas kehidupan didunia. Karena harapan kita selama disini masih bisa untuk diwujudkan. Selagi maut belum datang kita memiliki kesempatan untuk menyiapkan bekal terbaik.

Setiap pengharapan selalu bermula dari kesadaran. Namun, hanya kesadaran yang berkesempatanlah yang bisa mewujud menjadi kenyataan. Batasannya adalah maut. Maka, bersyukurlah bagi kita yang masih diberi kesempatan oleh Allah untuk menemukan kesadaran dan mewujudkan harapan. Sementara mereka yang telah tersekat oleh kematian, setiap kesadaran dan harapan mereka tidak memiliki tenaga untuk mengubah keadaan. Begitulah Al-Quran merekam gejolak harapan mereka yang telah mati, sementara amal shalih mereka jauhi ketika hidup. 

“Sampai ketika salah seorang mereka didatangkan kematian, ia berkata, “Ya Tuhanku kembalikanlah aku untuk bisa beramal shalih terhadap apa yang aku tinggalkan… “ (QS. Al Muminun : 99 – 100).


Cukuplah nukilan Surah Al Mukminun ayat 99-100 diatas  menyadarkan kita dari pingsannya kemauan mempersembahkan amal unggulan. 


Posted by Unknown on 19.56. Filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 komentar for "Selagi Harapan Masih Mungkin Diwujudkan"

Posting Komentar

CATATAN CINTA

ISLAM MANCANEGARA

BELAJAR FIQIH

SASTRA ISLAMI

Recently Added

KELUARGA

INSPIRASI TOKOH

DUNIA QUR'AN